Cerita Rakyat

title

Bujang Serinta


Cerita Rakyat Kutai
Penulis: Redaksi | Posting: 03 Oktober 2021

Salah satu cerita mite yang terkenal ialah cerita ajalnya Bujang Serinta. Cerita Bujang Serinta, berdasarkan jenisnya, dapat digolongkan ke dalam cerita mite karena cerita ini seolah-olah terjadi dan merupakan cerita yang dipercaya dan dianggap suci bagi masyarakat. Namun, dilihat dari isi ceritanya, cerita ini juga dapat dikategorikan sebagai legenda karena di dalamnya terdapat sejarah terjadinya suatu tempat.

Cerita ini sampai sekarang masih hidup subur dan berkembang di masyarakat pedalaman Kalimantan Timur, terutama di sepanjang sungai Kedang Kepala, daerah Kecamatan Muara Ancalong. Di dalam cerita ini, binatanglah yang memegang peranan penting dan menjadi tokoh utama cerita.

Dengan adanya cerita ini, kita dapat mengetahui sejarah terjadinya daerah Carik Kain, Haur Duri, Ulak Pengong, dan Kersi Gelinggang. Nama-nama daerah ini terjadi dari perbuatan Raja Sungai Kedang Kepala yang bernama Bujang Serinta. Raja Sungai yang dimaksud cerita ini ialah seekor buaya yang sangat ganas yang menguasai daerah perairan Sungai Kedang Kepala. Kekuasaannya meliputi sepanjang jalur sungai antara Kampung Senyiur di hilir Muara Ancalong hingga Muara Bengkal sampai ke Kampung Ngayan sekarang ini.

Bujang Serinta terkenal sebagai seekor buaya yang sangat ganas sebagai penghalang dan pembunuh manusia maupun binatang yang sedang lewat di air atau di tepi Sungai Kedang Kepala. Apa pun yang jatuh ke dalam air pasti disambar. Bujang Serinta dianggap sebagai raja buaya dengan istananya terletak di sebuah teluk yang lebar lagi dalam dan arusnya sangat deras. Teluk itu terletak 20 kilometer di hilir Muara Ancalong.

Pada zaman dahulu, tak seorang pun yang berani lewat atau berlayar di daerah itu, sebab pasti menjadi mangsa Bujang Serinta. Mayat korban akan dapat ditemukan dalam keadaan yang sangat mengerikan di daerah yang tenang arusnya.

Karena berbahayanya daerah ini, maka orang yang akan pergi melewati daerah ini selalu berdebar-debar dan selalu timbul prasangka yang bukan-bukan selain selalu diliputi rasa cemas yang selalu melanda dirinya, sehingga termenung dan merasa bingung. Tempat itu kemudian terkenal dengan nama Ulah Pengong. Kata Pengong berasal dari bahasa Kutai “lengong” yang berarti termenung-menung atau melengong. Sementara itu, daerah yang sangat tenang arusnya dan yang terletak tidak jauh dari istana Bujang Serinta sampai kini bernama Carek Kain. Hal ini dimaksudkan untuk mengenang bahwa daerah ini merupakan tempat mayat korban Bujang Serinta biasa ditemukan dalam keadaan yang sangat mengerikan. Kata “carek kain” berarti merobek kain kafan.

Daerah yang tidak jauh letaknya dari Kampung Carek Kain juga memiliki cerita yang berhubungan dengan keganasan Bujang Serinta. Daerah itu adalah Aur Duri yang dahulu terkenal tidak kalah angkernya dengan daerah Carek Kain. Daerah itu merupakan tempat sang raja sungai mengadakan pesta dengan memanggang mangsanya. Ada pun tempat untuk memanggang mangsa itu terbuat dari aur duri.

Adapun cerita ajal Bujang Serinta adalah di tangan seorang pembunuh. Pada suatu saat, ada seorang terpidana dari Kesultanan Kutai yang akan menjalani hukuman mati, berupa hukuman dibuang ke tempat raja sungai yang bernama Bujang Serinta. Tujuan hukuman itu ialah untuk melihat dari dekat keganasan Raja Sungai tersebut. Maharaja Kesultanan Kutai akan memberikan kebebasan seandainya terhukum itu dapat menyelamatkan diri sampai ke tepi Sungai Mahakam.

Sebelum terhukum menjalani hukuman dan menyeburkan diri ke tengah sungai, terlebih dahulu ia menyediakan labu air berwarna hitam yang di dalamnya diisi dengan bermacam-macam ramuan beracun. Labu air itu kemudian dilemparkan ke sungai dan barulah ia menyusul terjun ke dalam sungai. Pada waktu labu air jatuh ke sungai, langsung diterkam oleh Bujang Serinta. Akhirnya terhukum selamat menyeberangi sungai yang sangat deras arusnya dan sangat dalam dan penuh dengan riam-riam.

Selang beberapa lama setelah peristiwa itu, penduduk di sekitar tempat itu, yaitu Muara Ancalong, Muara Bengkal, dan Kampung Ngayau, mendengar bunyi orang belian. Penduduk ingin melihat pertunjukan itu. Mereka penasaran dan ingin tahu apakah itu belian untuk mengobati orang sakit atau belian untuk upacara erau.

Setelah mereka sampai ke tempat itu mereka sangat terkejut dan heran, sebab belian itu dilaksanakan di sebuah tanjung yang tidak berpenghuni. Orang-orang yang berada dalam upacara itu membentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya berdiri dukun belian yang sedang khusuk menari. Sementara itu, yang sakit dan hampir sekarat itu ternyata seseorang yang berbadan besar tinggi dan di samping orang-orang yang berkeliling itu teronggok kelongsong buaya.

Ketika penduduk mendekati tempat orang belian itu, orang-orang itu lantas bubar dan membawa kelongsong buaya itu menceburkan diri ke dalam sungai tempat Bujang Serinta. Menurut cerita, orang yang hampir sekarat itu ternyata Bujang Serinta yang telah menelan labu air yang berisi racun. (***)


Sumber: Khazanah Seni Tradisi Kalimantan Timur, 2020. Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Timur

Ilustrasi: Bisman Nainggolan


Share:
Cerita Rakyat Lainnya