Ulasan

title

Sindiran Keras bagi Para Politikus


Penulis: Ahmad Fatoni | Posting: 07 September 2021

Buku yang sekujur halamannya didominasi oleh gaya bahasa satire ini cukup berhasil mewakili gejolak batin masyarakat yang selama ini hanya berteriak dalam diam.

---

Penegak keadilan jalannya miring/Penuntut keadilan kepalanya pusing/Hakim main mata dengan maling/Wakil rakyat baunya pesing/Hi hi …/

Potongan puisi karya KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) ini sepintas sekadar lucu-lucuan yang hanya pantas dilawakkan. Sebagaimana puisi-puisi Gus Mus yang dikenal kritis terhadap aksi akrobatik kaum politikus, puisi bertajuk Negeri Haha Hihi di atas sesungguhnya menyindir para penguasa yang begitu lihai mengangkangi kekuasaan.

Lewat buku ini, Luthfi J Kurniawan juga menghadirkan sindiran keras terhadap penguasa negeri yang lucu-lucu bukan karena lawakan yang menyegarkan. Namun, disebabkan akal sehat mereka tertutup oleh aneka perilaku ketidakwarasan. Penulis seolah ingin mengajak siapa pun untuk menertawakan, meskipun terasa getir, kondisi negeri ini akibat pemimpin-pemimpin yang berulah aneh itu.

Situasi menjadi semakin rumit dengan adanya perselingkuhan busuk para elite politik dan pemodal yang memiliki kepentingan pribadi demi mengeruk basis sosial maupun ekonomi. Hal inilah, tulis Luthfi J Kurniawan, yang menjadi faktor utama tumbuh suburnya praktik korupsi yang menyengsarakan masyarakat (halaman 150).

Jamak diketahui, korupsi merupakan salah satu penyakit sosial yang paling berbahaya dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih, kasus-kasus korupsi yang terjadi di negeri ini tak ada yang bisa tertangani secara istimewa oleh para penegak hukum.

Terkadang masyarakat tampak apatis terhadap masalah korupsi. Menelusuri korupsi di Indonesia hampir sama dengan mengukur kemiskinan penduduk yang hingga saat ini belum menemukan titik temu. Alih-alih dapat dikurangi, upaya pengentasan keduanya bahkan belum menemukan jalan keluar yang dapat menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan.

Petakanya lagi, di tengah usaha berbagai pihak yang sedemikian gencar untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas, para kleptokrat tetap leluasa beraksi dan nyaris tak terusik dengan banyak kutukan dan laknat. Banyaknya kasus korupsi di Jawa Timur, misalnya, membuat para penegak hukum kesulitan untuk memproses. Hanya sebagian kecil dari seluruh kasus korupsi yang terselesaikan (halaman 144).

Tak jarang, dalam perjalanan penyelesaian kasus korupsi, yang tadinya dilaporkan sebagai kasus korupsi berubah menjadi kasus kesalahan administrasi sehingga pelaku dapat melenggang seenaknya. Menurut Luthfi J. Kurniawan, hukum positif di negeri ini tak cukup sakti untuk menjerat para pelaku tindak pidana korupsi.

Luthfi adalah penulis sekaligus aktivis yang puluhan tahun mengintimi gerakan sosial politik. Selain malang melintang di berbagai organisasi dan pengalaman mengikuti isu-isu kasus korupsi di tanah air, ia meyakini bangsa ini meniscayakan negarawan yang memiliki kompetensi untuk memimpin suatu lembaga.

Buku yang sekujur halamannya didominasi oleh gaya bahasa satire ini cukup berhasil mewakili gejolak batin masyarakat yang selama ini hanya berteriak dalam diam. Penulis telah menohok kesadaran publik bahwa negara ini bisa porak-poranda jika masih diurus para politikus dengan cara-cara serampangan.

Pada konteks ini, menjadi seorang elite politik senyatanya dapat menempatkan akal sehat sebagai unsur yang mendorong kemampuan analisis yang kuat dan kritis terhadap setiap sistem negara yang bengkok. Sayangnya, budaya akal sehat kini kian terperosok jauh dalam kubang ketidakwarasan gara-gara sikap dan mental kebanyakan pemimpin politik sendiri yang belum dewasa.

Kenyataannya, tahun politik di Indonesia malah lebih dimaknai sebagai tahun euforia dalam bentuk aksi dukung-mendukung secara membabi buta, tahun ejek-mengejek antarkelompok atau sesama anak bangsa. Tahun politik seolah identik dengan tahun pertengkaran antarkubu politik para kontestan yang kerap mengorbankan masyarakat.

Luthfi dalam sinopsis buku ini menyebutkan, pertengkaran pada kontestasi politik yang terjadi di negeri ini lebih banyak mengusung politik identitas dan politik kebencian, bukan politik gagasan. Itu sebabnya, penulis dalam buku ini menyerukan agar tetap mengedepankan adab politik dan menggunakan akal sehat demi merawat kewarasan di tengah kecamuk perpolitikan nasional.

Apa yang ditulis Luthfi ini hadir bukan sekadar bacaan biasa yang hanya melahirkan jargon-jargon heroik dengan ungkapan bibir yang berbusa, melainkan sebuah gagasan reflektif atas realitas kehidupan politik yang selama ini sesat. Buku mungil ini layak disimak sebagai salah satu asupan menyehatkan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara secara beradab. (*)

--------------------------------------------


DATA BUKU:

Judul : Keadaban Politik: Membincang Kekuasaan, Merawat Kewarasan

Penulis : Luthfi J. Kurniawan

Penerbit : Intrans Publishing, Malang

Cetakan : Pertama, 2021

Tebal : 168 halaman

ISBN : 978-623-6709-06-1


--------------------------------------------

AHMAD FATONI. Dosen PBA FAI Universitas Muhammadiyah Malang.


Sumber: Jawa Pos

Share:
Ulasan Lainnya