Cerita Rakyat

title

Asal-usul Raja Tonyooi


Cerita Rakyat Dayak Tonyooi
Penulis: Redaksi | Posting: 01 Oktober 2021

Pada zaman dahulu diceritakan dua orang bersaudara, yakni Suma dan Gah Bogan, putra Hirang Soma Tanah. Setelah orangtuanya meninggal, hubungan antara Suma dan Gah menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena Suma tinggal di Kampung Londong yang jauh sekali dengan tempat tinggal Gah, yaitu Kampung Linggang Sungai Bengkalang. 

Pekerjaan Gah Bogan selain berhuma juga sebagai penangkap ikan. Pada suatu malam, ia memasang perangkap ikan di Sungai Maranap. Setelah fajar menyingsing, perangkap itu diambil dan isinya ternyata hanya tulang-tulang ikan. Perangkap dipasang lagi dan ternyata isinya hanya tulang-tulang ikan juga. 

Gah Bogan ingin sekali mengetahui pencuri ikannya. Malam hari berikutnya, setelah memasang perangkap, ia segera mencari tempat untuk bersembunyi di semak-semak dekat dengan perangkap ikan. Ia kemudian melihat seorang perempuan amat cantik memakai pakaian cawat dari kulit kayu dengan lahap memakan ikan dalam perangkap milik Gah Bogan. Maka Gah Bogan segera mendekati perempuan itu dan menangkapnya. Terjadi pergulatan. Karena Gah lebih kuat, perempuan itu akhirnya bisa dilumpuhkan. Gah kemudian membawa perempuan itu pulang. Sampai di rumah, perempuan itu tidak mau berkata dan makan, hanya diam saja. 

Setelah beberapa lama berada di rumah Gah Bogan, barulah perempuan itu mau menjawab pertanyaan yang disampaikan Gah Bogan. Ternyata perempuan itu bernama Gah Bongek. Setelah peristiwa itu, Gah Bongek menjadi istri Gah Bogan. Selang beberapa lama kemudian Gah Bongek hamil dan melahirkan bayi kembar delapan. Namun, bayi-bayi itu tidak dirawatnya malah dibuang ke Sungai Mahakam. Bayi-bayi itu akhirnya menjadi hantu perempuan.

Gah Bongek kemudian hamil kembali. Setelah tiba saatnya, lahirlah anak kembar delapan. Seperti nasib anak pertama, anak kedua ini juga tidak dipelihara baik-baik dan dibuang ke dalam hutan dan menjadi hantu penunggu Kerajaan Pinang Sendawar. Untuk kelahiran ketiga kalinya juga kembar delapan, tetapi kedelapan anak ini dipelihara baik-baik dan masing-masing diberi nama Sengkeriak Igas, Sengkeriak Laca, Sengkeriak Lani, Sengkeriak Inggih, Sengkeriak Injung, Sengkeriak Keban, Sengkariak Laman, dan Sengkariak Duka.

Setelah mereka menjadi besar, mereka tak mau tinggal bersama orangtuanya. Mereka membuat pondok sendiri-sendiri yang terletak di pinggir Sungai Bengkalang. Mereka berhuma, berburu, dan menangkap ikan. Pada suatu hari yang cerah, di saat mereka berada di dalam pondok, mereka mendengar suara dari langit yang berbunyi “jo, jo, disambut mati, tidak disambut mati”. 

Mendengar suara itu, mereka ketakutan. Hanya Sengkeriak Keban saja yang berani keluar dan mencari suara tadi. Ternyata yang dilihatnya sebuah kelangkang yang seakan-akan diulur dari atas sehingga dapat dijangkau dan dibuka. Ketika dilihat, di dalamnya berisi seorang bayi yang sangat tampan dan pada tangan kanannya memegang sebutir telur. 

Bayi dan telur itu akhirnya dibawanya ke rumah. Bayi itu ia tunjukkan kepada saudara-saudaranya. Mereka mengucap syukur kepada Ape Bungan Tana yang telah menganugerahi seorang putra yang kelak akan memimpin Kerajaan Tonyooi. Kemudian, atas persetujuan saudara-saudaranya, maka Sengkeriak Igas diserahi kewajiban untuk memberi nama dan memelihara bayi tadi. Sengkeriak Igas memberi nama Tulur Dijangkat. Sementara itu, telur tadi dieramkan dan tiada beberapa lama keluarlah anak ayam jantan (yang kelak menjadi sarana untuk menghubungkan antara Tulur Dijangkat dengan Muk Mandar Bulan. 

Sedangkan di tempat lain, saudara Gah Bogan yang bernama Suma ternyata juga mempunyai anak yang berjumlah 8 orang dan oleh orangtuanya diberi nama Kemuduk Bengkong, Kemuduk Kandangan, Kemuduk Murung, Kemuduk Jemai, Kemuduk Jangah, Kemuduk Mandar (perempuan), Kemuduk Bulan, dan Kemuduk Beran.

Salah satu di antara 8 saudara, Kemuduk Bengkong dianggap menjadi Kepala Kampung Londong. Pada suatu hari, Kemuduk Beran pergi berburu bersama anjingnya. Sehari-hari, ia tak dapat binatang buruan, sehingga hatinya menjadi kesal. Akhirnya, ia hanya menyuruh anjingnya yang mencari binatang. Tiba-tiba, anjing itu menggonggong terus sehingga Kemuduk Beran menjadi senang. Ia yakin ada binatang yang sedang dikejar si anjing. Setelah lama bersiap-siap, ternyata tidak ada seekor binatang pun yang terlihat, tetapi anjing itu masih terus menggonggong. Gonggongan anjing itu tertuju ke arah sebuah bambu petung yang terletak di tengah semak. 

Kemuduk Beran mengambil bambu petung dan ditaruh di sebuah dahan kayu. Ia kemudian mengajak anjingnya pulang, tetapi anjingnya tidak mau berhenti menyalak ke arah bambu petung. Akhirnya, Kemuduk Beran membawa bambu petung itu pulang.

Saat tiba di rumah sudah malam. Setelah membersihkan kaki, Kemuduk Beran menaruh bambu petung di antara Kemuduk Mandar dan Bulan. Setelah itu ia tidur bersama anjing di kamar terpisah. Belum lama ia tidur, tiba-tiba terdengar letusan di kamar Mandar dan Bulan. Ternyata yang meletus adalah bambu petung. Kemuduk Beran menghampiri tempat tidur Mandar dan Bulan. Ia melihat Mandar sedang memangku seorang bayi. Tangan kirinya memegang sebutir telur ayam.

Kemuduk Beran menceritakan kepada Kemuduk Bengkong mengenai peristiwa yang ia alami sewaktu berburu di hutan bersama anjingnya sampai dengan kejadian yang baru saja disaksikan. Bayi yang baru lahir dari bambu petung ternyata bayi yang sangat cantik, putri dari kahyangan, yang turun ke dunia untuk memimpin rakyat Tonyooi. Sedangkan telur yang dibawa itu, kelak akan menjadi ayam betina yang sangat bagus dan sebagai perantara untuk menghubungkan dengan Tulur Dijangkat.

Kemuduk Bengkong memberi nama bayi itu Muk Mandar Bulan. Muk artinya putri, Mandar artinya negeri, dan Bulan artinya penerang. Jadi nama Muk Mandar Bulan berarti seorang putri yang bertugas menerangi dunia terutama Kerajaan Tonyooi. Sedangkan telur ayam itu, setelah menetas menjadi anak ayam betina yang berbulu putih berjambul dan berjambang. Hanya selembar bulu yang berwarna hitam pada ekornya. Anak ayam beserta bayi itu kian hari bertambah besar dan mendatangkan rezeki dan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan bayi dan anak ayam itu menjadikan penduduk Kampung Londong menjadi bahagia. 

Pada suatu saat, Muk Mandar Bulan meminta kepada ayahnya supaya dikumpulkan seluruh penduduk kampung Londong untuk mendengarkan nasihat serta pengumuman yang akan disampaikan. Meski keheranan, Kemuduk Bengkong memanggil seluruh rakyatnya. Setelah semua berkumpul, Muk Mandar Bulan menyampaikan isi hatinya. Ia mengatakan, barang siapa yang mendengar letusan malam hari, maka mereka dijadikan pengikut dan abdi yang sangat setia. Sedangkan yang tak mendengar dijadikan hamba. 

Muk Mandar Bulan juga mengatakan kepada seluruh penduduk bahwa ia adalah putri dari kahyangan, putri Nayung Seniang Juata Tonoi, yang turun ke bumi untuk memimpin rakyat Tonyooi. Ia menjadikan Kemuduk Bengkong pembantu yang terdekat, sedangkan seluruh rakyat Tonyooi harus taat pada segala perintahnya dan harus mengakuinya sebagai ratu. 

Karena Muk Mandar Bulan dianggap masih kecil, maka seluruh rakyat tidak mau mengakui. Mereka meminta Muk Mandar Bulan dapat membuktikan kelebihannya. Segala permintaan itu disanggupi oleh Muk Mandar Bulan. Setelah peralatan disiapkan, Muk Mandar Bulan mulai membuktikan kesaktiannya. Tiada berapa lama terdengar suara gemuruh di luar dan setelah tenang, maka terlihatlah sebuah gunung yang kemudian dinamai Gunung Petung Mangku Aji. Maka dengan peristiwa ini, rakyat percaya dan mentaati segala perintah Muk Mandar Bulan. 

Pada suatu saat, Muk Mandar Bulan meminta kepada Kemuduk Bengkong untuk menyediakan beberapa buah perahu lengkap dengan beberapa awak kapal yang berjumlah 40 pemuda dan 40 pemudi. Perahu bersama awaknya itu dimaksudkan untuk mengantarkan Muk Mandar Bulan pergi ke Kampung Linggang untuk membeli ayam jantan yang berbulu putih bersih, berjambul, dan berjambang. Ayam jantan yang dimaksud ialah ayam milik Tulur Dijangkat yang bernama Jong Perak Kemudi Basi. Setelah semua siap, maka berlayarlah Muk Mandar Bulan beserta anak buahnya pergi ke Kampung Linggang. 

Demikian juga halnya dengan Tulur Dijangkat. Setelah menimbang-nimbang ayam jantannya, maka ia minta kepada ayahnya supaya disiapkan perahu-perahu lengkap dengan awak kapalnya yang berjumlah 40 laki-laki dan 40 perempuan. Permintaan itu dimaksudkan untuk pergi ke Kampung Londong untuk membeli ayam betina milik Muk Mandar Bulan atas perintah Nayuk Seniang Juata Tonai. Setelah semuanya siap, maka berangkatlah mereka menuju Kampung Londong.

Armada Muk Mandar Bulan maupun Tulur Dijangkat dalam perjalanan tidak mendapat gangguan. Selamat di perjalanan. Kedua armada itu bertemu di Rantau Gonali. Kedua ayam dalam dua kapal itu berkokok sehingga memberikan perhatian kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan maksud dari hati masing-masing. Kedua pemimpin rombongan itu saling bertemu dan membicarakan tujuan mereka. Setelah maksud mereka terungkapkan, akhirnya Tulur Dijangkat menikah dengan Muk Mandar Bulan. 

Para pengikut Tulur Dijangkat maupun pengikut Muk Mandar Bulan akhirnya membuat pondok-pondok dan setelah menjadi perkampungan dan diberi nama Rara Kuta. Kemudian, untuk mengenang dan menghormati pernikahan pemimpin mereka, rakyat mengadakan aneka kesenian maupun upacara adat. Negeri itu akhirnya berganti nama menjadi Kerajaan Pinang Sendawar. 

Sejarah terjadinya nama Pinang Sendawar ialah pada suatu saat Tulur Dijangkat mengulurkan tangannya ke dalam sebuah pintu. Saat tangan ditarik, tangannya berisi dua buah pinang sendawar. Pinang yang di tangan kiri diberikan kepada istrinya dan yang di tangan kanan untuk dirinya sendiri.

Pernikahan Tulur Dijangkat dan Muk Mandar Bulan melahirkan 4 anak laki-laki. Adapun anak laki-laki yang pertama bernama Sualas Guna, sedangkan anak kedua bernama Nara Guna, kemudian lahir anak ketiga bernama Jeliban Bena dan anak terakhir bernama Puncan Karna. 

Anak terakhir lahir dengan diiringi bermacam-macam keajaiban alam, seperti guruh yang bersahut-sahutan dan topan yang sangat kencang melanda negeri Pinang Sendawar yang menyebabkan banyak pohon tumbang. Namun, setelah anak itu lahir, maka keajaiban alam itu berakhir dan tenang kembali. Anak yang lahir itu bernama Puncan Karna, seorang yang tidak bercacat dan memiliki bermacam ilmu pengetahuan. 

Pada waktu Puncan Karna telah dewasa, ayahnya memanggil keempat anaknya dengan maksud menyerahkan kekuasaan kerajaan kepada salah satu anaknya. Agar tidak terjadi perebutan, maka ayahnya membuat sayembara, yaitu barang siapa yang dapat menyeberangi Sungai Mahakam tujuh kali pulang balik dengan membawa sebuah gong pada tempat bujal-nya, maka dialah yang pantas diserahi Kerajaan Pinang Sendawar. 

Semua putra menyetujui dan akan melaksanakan perintah ayahnya. Adapun yang pertama melaksanakan perintah ialah anak pertama Sualas Guna. Ia dapat menyeberangi sungai Mahakam sebanyak 7 kali bolak balik sambil membawa gong. Kemudian anak kedua, Nara Guna. Ia tidak berhasil karena hanya mampu menyeberangi 4 kali. 

Kemudian anak ketiga Jeliban Bena. Sebetulnya, ia mampu melaksanakan tugas itu, tapi karena mendengar suara sehingga ia lari ke dalam hutan. Pada waktu Jeliban Bena hampir sampai ke tepi sungai, orang-orang yang melihat berteriak “ayau, ayau, ayau”. Mendengar teriakan itu, ia kemudian melepas gong dan terus lari ke hutan. Ia mengira teriakan orang-orang itu mengandung ancaman terhadap dirinya, yaitu memenggal kepala (mengayau). 

Giliran yang terakhir, yaitu Puncan Karna. Ia melaksanakan tugas itu dengan mudah. Malahan melebihi syarat dari sang ayah. Setelah tiba di tepi, maka ayahnya menyuruh untuk meninggalkan negeri Pinang sendawar, pergi ke Negeri Kutai. Hal ini didasarkan perintah Nayuk Seniang Juata Tonoi. Setelah pergi, maka Puncan Karna pada suatu malam bermimpi ditemui neneknya yang bernama Seniang Naga Salik dari Kahyangan. Dalam mimpi itu ia diberi tahu tentang Raja Kutai pada waktu itu, yaitu Maha Raja Sultan yang mempunyai empat saudara laki-laki, yang bernama Maharaja Sakti, Maharaja Suaradiwangsa, Maharaja Indrawangsa, dan Maharaja Dharmawangsa. Di samping empat saudara laki-laki itu, beliau juga mempunyai 2 saudara perempuan yang bernama Aji Dewa Putri dan Aji Ratu Putri.

Oleh neneknya, Puncan Karna juga diberi bermacam-macam ilmu pengetahuan. Setelah mimpi bertemu neneknya, Puncan Karna terbangun. Tempat Puncan Karna bermimpi dan terbangun itu sampai sekarang dinamai Kota Bangun. (***)


Sumber: Khazanah Seni Tradisi Kalimantan Timur, 2020. Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Timur

Ilustrasi: jumed

Share:
Cerita Rakyat Lainnya