Cerita Rakyat

title

Kenik Barrau Sanipah


Cerita Rakyat Berau
Penulis: Redaksi | Posting: 02 Oktober 2021

Konon, pada zaman dulu kala terdapat sebuah kerajaan yang besar bernama Kerajaan Sapinggan. Kerajaan tersebut terletak di sebuah tempat di Kecamatan Sembaliung di muara Sungai Suaran. Bekas kerajaan tersebut sekarang merupakan sebuah kampung yang bernama Kampung Suaran.

Raja Sapinggan bernama Rangga Batara. Ia terkenal sebagai seorang raja yang kaya raya dan sakti. Daerah kekuasannya besar dan luas. Tidak mengherankan bila Kerajaan Sapinggan terkenal ke mana-mana dan banyak kerajaan-kerjaan iri hati terhadap kerajaan Sapinggan. Raja hanya mempunyai seorang putri bernama Kenik Barrau Sanipah. Konon, anak itu sangatlah elok parasnya dan halus budi bahasanya serta tinggi ilmunya sehingga menjadi idaman tua dan muda.

Kerajaan Sapinggan sering terlibat dalam peperangan dan sering mendapat serangan dari kerajaan-kerajaan lain. Hal ini adalah karena letak kerajaan tersebut dekat pantai, yaitu di muara Sungai Berau sehingga mudah untuk didatangi dan diserang. Namun, Kerajaan Sapinggan jarang mengalami kekalahan berkat kesaktian Raja Rangga Batara dan berkat kekuatan bala tentaranya.

Terkisahlah pada suatu hari kerajaan ini diserang oleh armada angkatan laut yang besar yang terdiri atas berpuluh-puluh kapal yang besar-besar. Karena kuatnya serangan yang datang, tentara kerajaan kewalahan juga mengadakan perlawanan. Terpaksalah Rangga Batara langsung turun ke medan perang.

Berkat kesaktian dan kegagahannya, armada yang menyerang pun menerima pukulan yang hebat. Beberapa armada tenggelam dan sisanya terpaksa melarikan diri. Armada-armada yang tenggelam itu, dua buah di antaranya, menjadi pulau yang kini dinamakan Pulau Silamun dan Pulau Ajung. Dinamakan pulau Silamun karena pulau itu pernah didiami oleh seseorang yang bernama si Lamun, yang tinggal di pulau itu sampai mati. Dinamakan Pulau Ajung sebab bentuk pulau tersebut persis menyerupai ajung atau kapal.

Pada suatu hari, kerajaan ditimpa malapetaka yang besar, yaitu diserang oleh jutaan ikan julung-julung atau tembilawang, sejenis ikan yang punya senjata tajam dan runcing pada kepalanya menyerupai sebuah tombak. Raja memerintahkan agar serangan dibendung oleh manusia sebagai pagar. Hal ini menyebabkan korbannya ribuan rakyat.

Melihat keadaan seperti ini, Putri Kenik Barrau Sanipah terpaksa turun tangan. Sang putri turun ke gelanggang bertindak sebagai panglima. Ia memerintahkan menebang semua pohon pisang yang ada di kebun dan kemudian batang pisang tersebut dijadikan sebagai pagar untuk membendung serangan ikan.

Setiap ikan yang datang menyerang dan menusukkan senjatanya menembus batang pisang dan tak dapat terlepas lagi. Akhirnya serangan ikan tersebut dapat dikalahkan berkat kecerdasan berpikir Putri Kenik Barrau Sanipah. Kerajaan pun aman kembali dan rakyat terlepas dari malapetaka dan kematian yang mengerikan.

Namun, hal ini menyebabkan murka ayahanda Rangga Batara kepada putrinya, Kenik Barrau Sanipah. Baginda Raja murka karena berpikir bahwa putrinya nantinya dapat menggantikan atau menggulingkan baginda akibat ketinggian ilmu dan cara berpikir yang baik. Maka sebagai puncak dari kemurkaan ini, Baginda Raja  menurunkan sumpah terhadap Putri Kenik Barrau Sanipah agar menjadi batu. Atas kehendak dewa, maka Putri Kenik Barrau Sanipah seketika menjadi batu.

Batu yang dimaksudkan dapat kita saksikan sampai sekarang di dekat lubang sarang burung bernama Luang Patallak, yang terdapat di hulu Sungai Suaran, dengan menempuh jarak satu hari naik perahu dengan mempergunakan suar. Batu Putri Kenik Barrau Sanipah dalam keadaan hawa atau telanjang bulat.

Setiap orang yang pergi mencari sarang burung pada umumnya melalui jalan yang terletak patung tersebut. Mereka tidak melewatkan begitu saja. Mereka beristirahat di sana sambil mohon doa restu agar mereka diselamatkan dan terhindar dari bahaya. (***)


Sumber: Khazanah Seni Tradisi Kalimantan Timur, 2020. Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Timur

Ilustrasi: Bisman Nainggolan

Share:
Cerita Rakyat Lainnya