Dihiasi Barang Antik, Ada Penganan Lempeng
Bila melintasi Jalan PM Noor, Sempaja, tak jauh dari kompleks Education Center, Anda akan menemukan sebuah kedai kopi yang unik. Kedai ini memajang berbagai benda antik. Penganannya pun khas kota Samarinda.
--
Kedai kopi ini memang tak terlalu menyolok. Bila melintas dari simpang empat Sempaja, posisinya tak terlalu terlihat karena berada di tepi jalan agak menikung. Sebagai petunjuk, ada plang berukuran cukup besar di depan kedai. Juga ada tiga meja kursi kayu untuk pengunjung yang ingin bersantai di luar kedai.
Saat memasuki ruang kedai, kita akan disambut sepeda motor Vespa antik berwarna orange, sepeda onthel, dan becak kayuh. Becak berwarna merah ini dibeli di Tenggarong. Tahun 80-an, kendaraan beroda tiga ini memang menjadi salah satu transportasi umum di Kota Raja.
Makin masuk kedai, suasana tempo dulu kian terasa. Di dinding terpajang foto-foto tempo dulu di Samarinda. Ada foto rumah sakit, foto kunjungan pejabat negara, foto jalan, jembatan kayu, sungai Mahakam, pasar, dan bangunan lain yang menyimpan kenangan masa silam.
Selain foto tempo dulu, juga ada barang antik seperti setrika arang, senapan angin, kamera, radio, fonograf, piringan hitam, televisi, telepon koin, mesin tik, mesin jahit. Dalam sebuah lemari juga dipajang barang-barang jadul seperti cangkir, gelas, piring, rantang, kaset, koin, dan lain-lain.
Sebagai penerang ruangan, kedai menggunakan lampu teplok dan lampu petromak (strongking). Tapi bukan berbahan bakar minyak tanah. Alat penerang ini sudah dimodifikasi menjadi lampu pijar bertenaga listrik. Lampu remang-remang ini untuk memperkuat konsep tempo dulu.
Suasana tempo dulu ditambah dengan meja dan kursi kayu jadul untuk pengunjung. Ada meja dan kursi anyaman rotan yang pada tahun 70-an biasa ditempatkan di ruang tamu. Meja kursi ini dibeli di Banjarmasin, Kalsel. Meja kursi ini membuat pengunjung seperti berada di rumah sendiri.
“Saya dan keluarga dulu suka mengoleksi barang-barang antik. Tiap ada barang antik yang menarik kami beli. Lama-lama menjadi banyak dan akhirnya dibawa ke kedai ini," ujar pemilik kedai, Yanizar Saleh, Selasa sore (5/10) lalu. Demi barang antik ini, dia dan keluarga telah merogoh kocek belasan juta rupiah.
Barang antik di kedai ini mencuri perhatian pengunjung. Banyak yang mengabadikan diri lewat foto di beberapa sudut kedai. Bahkan menurut Yanizar ada yang menjadikan lokasi kedai itu untuk foto pre wedding. “Di Samarinda belum ada kedai kopi yang berkonsep tempo dulu,” ujarnya.
Yanizar bercerita sebelum menjadi kedai, sekitar 10 tahun lalu, tempat itu digunakan untuk bengkel variasi mobil yang dikelola anak sulungnya. Sementara lantai dua menjadi butik busana muslim yang dia kelola sendiri. Nama butiknya Nisa Collection, yang diambil dari nama anak bungsu Yanizar.
Ketika bengkel anaknya tak beroperasi lagi, perempuan berusia 55 tahun ini mengubah menjadi kedai pada Januari 2019. Butik yang dia kelola kemudian tak ditangani lagi dan sekarang menjadi kantor sang suami, Rusdiansyah. Yanizar fokus mengelola kedai. Terutama menyiapkan menu kedai.
Beberapa bulan beroperasi, pengunjung mulai ramai. Namun Januari 2020, Covid 19 masuk Indonesia. Kedai ini pun terimbas. "Saat pandemi Covid 19 kegiatan masyarakat dibatasi, sehingga pengunjung berkurang," ujar warga Perumahan Citraland Jalan DI Panjaitan, Samarinda ini.
Kebanyakan pengunjung kedai katanya, orang-orang dewasa atau berusia di atas 35 tahun. Jarang anak usia remaja. "Mungkin karena konsep tempo dulu yang kami buat, banyak pengunjung dewasa ingin bernostalgia. Di kedai kopi ini mereka merasa seperti di zaman tempo dulu,” ujarnya.
Yang juga unik, selain berbagai minuman kopi, di kedai ini juga disajikan menu khas Samarinda. Seperti lempeng dan roti pisang. Kedua makanan ini berbahan utama tepung terigu, telur, dan pisang. Lempeng berbentuk bundar seperti pizza. Ada yang original, ada yang ditaburi keju. Roti pisang juga bundar namun berukuran lebih kecil.
"Generasi saat ini mungkin banyak yang belum mengenal lempeng. Ini makanan khas Samarinda yang jarang dijual. Banyak pengunjung berusia 50-an tahun datang ke kedai ini hanya untuk menikmati lempeng, " ujar wanita modis kelahiran 9 Februari 1966 ini.
Bila ingin makan siang, di sini juga disediakan menu-menu lokal. Seperti pindang patin dan nila. Ada pula masakan unggulan sambal gami ikan patin dan sop tulangan. Sebagai pelengkap, ada sayur asam, sayur keladi, dan lainnya. Yanizar sengaja memilih menu lokal ini agar pengunjung merasa seperti di rumah sendiri.
Selain mengelola kedai, Yanizar juga agen asuransi yang berpengalaman. Pagi hari dia banyak menjalankan aktivitas sebagai agen asuransi yang berkantor di Perumahan Alaya Samarinda. Selepas itu ibu tiga anak dan tiga cucu ini beralih memantau kedai yang ditangani 4 karyawannya.
Meski demikian peran sebagai ibu dan istri tak pernah dia lupakan. Bahkan sampai sekarang, alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia (STIMI) Samarinda ini, masih mengantar jemput putri bungsunya yang bersekolah di SMA Bunga Bangsa Jalan DI Panjaitan.
Yanizar mengaku memang ingin terus beraktivitas meski sudah berusia lebih 55 tahun. “Perempuan tidak harus selalu mengandalkan penghasilan suami. Perempuan juga bisa mendapatkan penghasilan sendiri dan membantu keuangan keluarga,” tuturnya. (***)