Jogja International Disability Arts Biennale 2021 menampilkan karya-karya terbaik 58 seniman dari Indonesia, Australia, Brazil, Kairo, Kolumbia, Korea Selatan, Selandia Baru, Filipina, Afrika Selatan, dan Britania Raya. Pameran bertajuk Rima Rupa ini digelar mulai 18 Oktober hingga 30 Oktober mendatang.
Pameran diselenggarakan oleh Jogja Disability Arts dan Galeri RJ Katamsi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Festival ini untuk memberikan ruang bagi seniman, pegiat dan pelaku seni disabilitas, baik nasional maupun internasional untuk berekspresi, memberi apresiasi, dan berkomunikasi pada publik.
Tajuk Rima Rupa dipilih sebagai penanda keberagaman dan kebebasan berekspresi secara visual, baik pilihan gaya, teknik, maupun ide para seniman. Seperti halnya sebuah rima, pameran yang dilaksanakan berulang dalam keragaman dan kebebasan ini akan berusaha menemukan irama dan keindahannya dalam bahasa rupa.
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan, pameran ini menunjukkan bahwa disabilitas pelaku seni juga mampu menembus sekat-sekat yang ada selama ini. "Sejalan dengan hal itu, misi kami membuat Bantul yang layak anak, ramah perempuan, dan difabel," kata Halim, kala hadir di Galeri RJ Katamsi ISI.
Menurutnya, seni merupakan sesuatu yang penting pada peradaban. Melalui kesenian, masyarakat bisa menjadi salah satu penilaian tentang peradaban seni itu sendiri. "Pada hakekatnya seni adalah manifestasi kehidupan bangsa yang berbudaya dan sangat tinggi nilainya. Kesenian punya daya kemampuan yang luar biasa untuk mengasah logika dan retorika berpikir," tuturnya.
Saat pembukaan pemeran Jumat, 16 Oktober 2021, hadir rektor dan jajaran pimpinan ISI Yogyakarta, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, Yenny Wahid (putri Presiden Abdurrahman Wahid), rektor UIN Sunan Kalijaga dan tamu undangan lainnya. Pameran ini dilaksanakan secara luring dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. (***)
Foto: ISI Yogyakarta