Sependek pengetahuan sahaya, tidak ada “gerakan” penulisan puisi religius atau puisi islam(i) di Kalimantan Timur (Kaltim); “gerakan” dalam pengertian upaya untuk menjayakan satu hal. Namun, bukan berarti puisi-puisi religius atau puisi yang membawakan semangat keislaman itu tidak muncul. Puisi-puisi religius selalu mewarnai perjalanan perpuisian di Kaltim. Meski tidak massif, mudah-mudahan bukan sekedar pelengkap.
Jika sahaya melihat ke buku Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia (2011) yang disusun oleh Korrie Layun Rampan (dan kebetulan sahaya menjadi pembantu editornya), setidaknya sahaya menemukan ada 19 penyair Kaltim menulis puisi religius. Mereka adalah, (1) dari generasi 1940-an: Kadrie Oening, Achmad Dahlan, Burhan Dahlan, Badaruddin Hamidy, Achmad Noor, dan M. Ardin Katoeng; (2) dari generasi 1960-an: Karno Wahid, Masriady Mastur, dan Adam A. Chevny; dan (3) dari generasi 1970—1990-an: Aniroh, Unis Sagena, Alya Khasfy, Gita Lidya, Erna Wati, dan Fitriani Um Salva.
Penyair-penyair yang saat ini masih aktif menulis, yang juga menyempatkan menulis puisi religius, di antaranya adalah Sukardi Wahjudi, Khalish Abniswarin, Sultan Musa, Kartini Hilmatunnida, Sarmi Indarwati, Unis Sagena, Fitriani Um Salva, Asih Wulandari, dan Indon Wahyudin. Terdapat nama penyair muda yang juga menulis puisi religius, yaitu Panji Asuhan, hanya saja Allah memanggilnya lebih cepat. Itu beberapa nama yang ter-“sebut” oleh sahaya. Sangat mungkin di luar itu masih banyak nama penyair lain.
Di antara contoh puisi religius dari buku Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia (2011) adalah sebagai berikut.
Kadrie Oening:
KITA DEKATI
Kau akui ia Laisa
Kau akui ia kuasa
Sebenarnya, demi masa
Kenapakah masih jua bertepuk dada
Mari naik ke puncak aras-Nya
Menonton keempat Malaikat
Beribu berjuta tiada, lidah....
Dapat menghitungnya hanya bayangan titik
Kilatan Nurnya
Mari kita dekati
Ia akan turun bersama kita
Berdiam dan bergerak dengan iramanya
Tongkat Musa akan berlalu
Pintu Sirr akan terbuka
Rindu kasih bersamanya-Nya
M. Ardin Katung:
SEBUAH CATATAN DARI RAUDAH
angin gurun yang berembus sepanjang hari
pada wajah yang datang memandang
memang terlalu lama menanti
tak tertahankan lagi berdiri
serasa sepi dalam mimpinya
pada dekapan yang hakiki
di sini dalam pelukan penuh damba
bergetar seluruh darah yang mengalir
ke sekujur napas yang ilhami
mengangkat kedua tangan pada syahdunya azan
menyebarkan angin surgawi
berdenyut nadinya, meniti jalannya lurus pada sentuhan
dirindukan sepanjang musim yang sudah ditentukan
ke kebun abadi tak terhitungkan lagi
meneguk dalam tiupan bunga warna-warni
yang mereguk rindunya
melepas dahaga dan menembus kebekuan
lalu merengkuh kesejukan yang asasi
Madinah, Penghujung Desember 1975
Karno Wahid:
AKU BERGURU DI BERBAGAI KITAB
aku berguru di berbagai kitab
menggarap saripati tanah
membajak saripati kata
merangkai ke dalam
isi kalimat
aku berladang di berbagai kitab
menggali lekuk, liku ayat
memahami bentuk-bentuk hakikat
dan merenunginya
di dalam i’tikaf
aku menanam di tanah gembur
dengan bajak dan pikiran bijak
mencoba memahami ma’rifat
merekayasa berbagai rahasia
namun ladang-Mu
aduhai luas
tak tergarap
Kutai, 96
Alya Khasfy:
SEPERTI AKU PADA-MU
Seperti debu menerbangkan khayal
Melepas mimpi pada angin
Tak mengerti arti mencemari
Seperti aku pada-Mu
Seperti asap
Mengguguskan rasa
Tak menyadari
Berasal dari tempat rendah
Seperti aku pada-Mu
Seperti benalu
Meminta tanpa malu
Tiada pernah menjamu
Seperti aku pada-Mu
Gita Lidya:
THE MOON
1.
Basah...
Menetes-netes
Air dingin ke kaki
Gemetar....
Karena derai airmata di pipi
Lalu aku datang
Mengetuk-ngetuk
Maukah Engkau bukakan pintu
Untuk orang-orang terpuruk?
Samarinda, 2001
Puisi-puisi di atas sahaya anggap bisa menjadi contoh puisi religius yang memiliki cara ucap yang lumayan kuat dari buku Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia tersebut. Sahaya juga akan mencontohkan puisi-puisi religius dengan cara ucap yang saya anggap kuat dari madahetam.com. Puisi-puisi yang saya contohkan dari madahetam.com ini adalah puisi-puisi karya Fitriani Um Salva, Unis Sagena, dan Allahyarham Panji Asuhan.
Fitriani Um Salva:
SUPERMOON
rembulan menyala
penuh gairah:
pandang langit
pandang langit
ada rindu bertubi-tubi
rembulan menyala
penuh gairah:
cium tanah
cium tanah
sujud sampai bila-bila
daun-daun bernyanyi
lirih
dihembus angin
air di danau
tersenyum
kulihat cahaya
tak terbatas
dalam diri
Fitriani Um Salva:
ASRAMA SANTRIWATI
kutegap-tegapkan kaki
menutupi debar yang besar
ingatan aib-aib berloncatan
minta khabar
menyemuti tulang sendi
langkahku tak bisa senyap
malu aku dibuatnya
semua mengintipku:
khadijah, hafshah, aisyah, saudah,...
aku kerdil
air di pelupuk menghalangi bacaan:
al-mar-aat al-shaa-li-haat
Unis Sagena:
ARAH YANG MENUJU
berulang kali sehari
munajatmu tentang sebuah jalan yang lurus
menengadah
minta diingatkan
Tetapi, Kekasih betapa nisbi
disimpan dalam lipatan sajadah
bilik tidur yang gulita
laci-laci beku
sembunyikan nama-Nya
dipungut hujan, sesekali
telah lapuk kisah-kisah
tentang sungai yang mengalir di bawahnya,
pokok yang rindang,
bidadari bermata jeli,
cawan yang penuh,
dan dipan-dipan yang ditinggikan
itu jalan yang kau pinta
namun, arah mana yang kau tuju?
* Ramadhan, 24 Juli 2012
Unis Sagena:
EKSTASE JIWA
Ada yang berlari melintasi Basrah
Dengan baldi dan suluh menyala di tangannya
Hei, apa yang kau lakukan?
"Ingin kupadamkan api di neraka,
dan mengobarkan api di surga
Agar bersimpuh semata untuk cinta-Nya"
Benarkah itu engkau, Rabi'ah?
Tertatih dengan luka di tapakmu
dan darah mengucur di jejarimu
"Ini manis, serupa madu,"ujarmu
Mengapa, Rabi'ah?
Deritamu begitu rupa demi Kekasih
Kau campak dunia,
dan segala yang melekat padanya
Kau cerahkan Maryam dari Basrah
Yang tenggelam dalam ekstase
Menepi di pertemuan zikir
Merindu tiada putus
Meratap, tersedu hingga buta
Seperti Bahriyyah,
Perempuan menyingkap selubung
Pun Rihanna yang gila kerana cinta
Mabuk dalam jiwa yang kepayang
Tiadalah hasrat, kecuali bagi Kekasih
Hingga yang lain,
hanyalah hampa
Kota Tepian, 20 Januari 2019
Panji Asuhan:
AKAN SELALU KURAPALKAN, KEKASIH
Akan selalu kurapalkan, kekasih
segala wirid dan zikirku
agar menembus hatimu yang rimbun
wahai, rasa rindu
demi waktu demi sinai
demi Shafa dan Marwah
demi zamzam yang dientakkan Ismail
kucoba titip salamku
kepada sehelai daun
yang melakukan perjalanan
menuju pangkuanmu
yang hakiki Ilahi rabi
kepada kerikil kerikil tajam
aku titipkan segala padamu
kejahatan kejahatan
yang teramat terpancang
di dalam duniaku
: atamanna al-jannah
kuserahkan diri
pada aqaba, wusta, wa ula
Wahai, kekasih
Ya rabbibil mustafa
akan selalu kurapalkan
baligh maqoosidana
segala wirid dan zikirku
waghfirlana mamadhoya
agar menembus rimbun hatimu
wasi'al karomi
2020-2021
Panji Asuhan:
ADALAH NAMAMU YANG KUCARI
Selama Ini: Nun
Nun
mengingatmu adalah waktu
yang berhenti di sabana
adalah namamu, Nun
satu kubik air bergembira bersama
ia tidak terjun dari langit manapun
melainkan timbul dari dasar batu
suci
kau pasti tahu, Nun
rasa sepiku mengalirkan Kandua Raya
ranting pepohon menggelantungkan asma-Nya
dan napas bagiku adalah tasbih yang bergulir
di jemari para guru dan kiai
Nun, di sini
pernah kusebut-sebut nada degup jantungnya
tetapi mantramantra yang kusebutsebut tidak pernah berubah
sehingga ia mencari mantramantra baru yang lebih meningkatkan syahwat
Nun, di sini
pernah kuucap-ucap napasnya yang berteman malaikat subuh
tetapi, Nun
ia tak lagi ada.
Bagaimana, Nun
Adalah namamu yang kucari selama ini
: yang suka berdialog pada diri sendiri
yang suka mencari kebenaran pada suatu benci
yang tidak mau ada dusta
Najeela
Nahla
Najwa
—Nun
adakah kau di sana
2020
Kemudian sahaya juga tertarik dengan cara mengekspresikan religiusitas secara ringan tapi mengasyikkan dari penyair Indon Wahyudin dalam buku puisi Kedai Kopi Badak (2021) dan penyair Sarmi Indarwati dalam buku puisi Azema Ryuga Aichi (2021) sebagai berikut.
Indon Wahyudin:
DZIKIR KOPI
Syahdan, suatu pagi dan petang hari
Seorang syaikh dari tarikat sufi yang tinggal di sebuah kota
bernama Mocca
Pada awal empat belas atau akhir abad kelima belas
barangkali ia orang pertama yang memikirkan suatu teknik
untuk memanggang, menggiling, dan menyeduh biji kopi
Ketika ia meneguk secangkir kopi pertamanya
menggunakan tangan kanan
dengan bismillah
Kedua bibirnya basah:
Laa ilaaha illallah
Muara Badak, 15/07/2021
Sarmi Indarwati:
NIKMAT YANG TERLUPA
Dosa yang dibuat itu
ternyata mahal dan menyiksa
Orang-orang tak sadar
seberapa besar pengorbanannya
membangun istana dosa
Mereka tak lagi peduli
Meskipun lebih besar daripada
Okinawa Churaumi Aquarium
Pahala yang disajikan itu
Ternyata murah dan mengasyikkan
Seberapa gampangnya
Membangun istana akhirat
Mereka tak bisa menikmati
Meskipun lebih gurih daripada
Sup misho atau miso shiru
Begitulah, sahaya mencari dan menemukan puisi religius di Kaltim. Bagi sahaya, yang sahaya temukan masih sedikit. Semoga bertambah. Hasbunallah.