Aku,
tak suka baca
Ibu,
tak suka baca
Bapak,
tak suka baca
Kakak,
tak suka baca
Adik,
tak suka baca
Teman-temanku,
tak suka baca
Tapi,
kami suka bicara
lantang
pun tanpa suara
kami pandai menyela-nyela
kami terangkan seisi belantara
berbekal sebatang pohon akasia
sekarang kami sudah jadi penguasa rimba
Tak perlu lagi baca
Puisi ditulis oleh Wiki Kridayanti, sastrawan muda Balikpapan. Menggunakan kata-kata sederhana, tetapi berhasil "menampar-nampar" kita. Pola repetisi di bait pertama terasa asyik. Hasilnya menohok.
Pada bait kedua, muncul baris "tapi, / kami suka bicara / lantang / pun tanpa suara" dan "kami pandai menyela-nyela". Baris-baris tersebut menampilkan situasi yang ironik, yaitu masyarakat antibaca tetapi jago bicara. Kejagobicaraan dan antibaca itu bahkan menghasilkan kondisi aroganistik berupa rasa sok paham segala tanpa menyadari kekerdilan diri; "kami terangkan seisi belantara / berbekal sebatang pohon akasia"
Wow, bagaimana kita selama ini merasa sudah paham segala hal, paham seluruh isi hutan, padahal yang kita tahu baru sebatas "akasia"..Pantaskah kita merasa menjadi "penguasa rimba" dan "tak perlu lagi baca"?
Salut untuk puisi ini. Masih ditunggu puisi-puisi lain dari para pegiat literasi di Kalimantan Timur. Syarat utama: segar atau tidak klise.