Puisi

title

Bedak-Gincui Juga Itu Hati


Penulis: Oemarmaiyah | Posting: 06 Juli 2021


gadis, jangan hanya

rupamu yang kau bedaki

bibirmu yang kau gincui

tetapi

bedak-gincu juga itu hati

agar sama cantik indahnya

dengan ayunya kemolekan wajahmu


karena hiasan di luar

ba’ ringgit paun lancung

hanya bersifat sementara

kelak akan pudar luntur

diuji masa


hiasan sejati - bukan

hanya rapi dandanan

gaya rupa

tetapi juga - rapi

dandanan batin rohani

------------------------------------------------


Petang


Lautan emas - permai terbentang

kuning-kuning bergoyang

bergelombang

ditiup napas petang


Sungai kecil di tepi sawah

mengalir tenang

berkisah

menceritakan kesaktian dewa petang

tertahan - di bendungan

gelisah


Bambu hijau berumpun-rumpun

tegak tinggi menjulang

tersenyum - tenang memandang

hias dandanan putri petang


Jangkrik nyaring mencekir

dalam hamparan rumput

turut

meniup puput serunai petang

ditingkah merdu-lantang

uwir-uwir bersyair


Pondok petani - kecil

jauh - di tepi hutan

terpencil

tersembunyi di bawah bayang pohon

nampak - rimbun

menanti - dalam cahaya petang


Burung berbondong-bondong terbang

tergesa menuju sarang

petani beriring-iring

berjalan gontai di pematang

riang – bersiul - bergelak nyaring

pulang

dipanggil petang


1947

------------------------------------------------


Jiplak


pagi - sore - malam,

haus keluyuran - sawo matang

si “jengki” pameran


pada sinting semua

- Nicotine -

terang cari gelap

jadi kecil jadi pendek

jadi sinting


?!

ngimpi di Arizona

bisa naik kuda, mana laso

mana pistol - atau titik

jengki - inflasi


Antologi Menyambut Fajar, 2002. ed. H Syafruddin Pernyata-Misman RSU, Samarinda: DKD Kalimantan Timur


------------------------------------------------

OEMARMAIYAH. Lahir di Samarinda dengan nama lengkap Oemarmaiyah Encek Hassan. Ia menulis puisi di koran Masyarakat Baru sejak koran itu terbit pada 1 Agustus 1946, bersama para penyair awal di Kalimantan Timur. la termasuk penyair yang membidani terbitnya antologi puisi awal para penyair Kaltim, yaitu buku berjudul Nafas, yang diterbitkan pada 20 Oktober 1959 oleh BMKI Samarinda. Para penyair dalam antologi ini yaitu HM Ardin Katung, Burhan Dahlan, dan Haji Amir. Sejumlah sajaknya juga ada dalam antologi Menyambut Fajar (2002).


Photo by Septian Simon/Unsplash

Share:
Puisi Lainnya