gadis, jangan hanya
rupamu yang kau bedaki
bibirmu yang kau gincui
tetapi
bedak-gincu juga itu hati
agar sama cantik indahnya
dengan ayunya kemolekan wajahmu
karena hiasan di luar
ba’ ringgit paun lancung
hanya bersifat sementara
kelak akan pudar luntur
diuji masa
hiasan sejati - bukan
hanya rapi dandanan
gaya rupa
tetapi juga - rapi
dandanan batin rohani
------------------------------------------------
Petang
Lautan emas - permai terbentang
kuning-kuning bergoyang
bergelombang
ditiup napas petang
Sungai kecil di tepi sawah
mengalir tenang
berkisah
menceritakan kesaktian dewa petang
tertahan - di bendungan
gelisah
Bambu hijau berumpun-rumpun
tegak tinggi menjulang
tersenyum - tenang memandang
hias dandanan putri petang
Jangkrik nyaring mencekir
dalam hamparan rumput
turut
meniup puput serunai petang
ditingkah merdu-lantang
uwir-uwir bersyair
Pondok petani - kecil
jauh - di tepi hutan
terpencil
tersembunyi di bawah bayang pohon
nampak - rimbun
menanti - dalam cahaya petang
Burung berbondong-bondong terbang
tergesa menuju sarang
petani beriring-iring
berjalan gontai di pematang
riang – bersiul - bergelak nyaring
pulang
dipanggil petang
1947
------------------------------------------------
Jiplak
pagi - sore - malam,
haus keluyuran - sawo matang
si “jengki” pameran
pada sinting semua
- Nicotine -
terang cari gelap
jadi kecil jadi pendek
jadi sinting
?!
ngimpi di Arizona
bisa naik kuda, mana laso
mana pistol - atau titik
jengki - inflasi
Antologi Menyambut Fajar, 2002. ed. H Syafruddin Pernyata-Misman RSU, Samarinda: DKD Kalimantan Timur
------------------------------------------------
OEMARMAIYAH. Lahir di Samarinda dengan nama lengkap Oemarmaiyah Encek Hassan. Ia menulis puisi di koran Masyarakat Baru sejak koran itu terbit pada 1 Agustus 1946, bersama para penyair awal di Kalimantan Timur. la termasuk penyair yang membidani terbitnya antologi puisi awal para penyair Kaltim, yaitu buku berjudul Nafas, yang diterbitkan pada 20 Oktober 1959 oleh BMKI Samarinda. Para penyair dalam antologi ini yaitu HM Ardin Katung, Burhan Dahlan, dan Haji Amir. Sejumlah sajaknya juga ada dalam antologi Menyambut Fajar (2002).
Photo by Septian Simon/Unsplash