Puisi

Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari


Penulis: Sapardi Djoko Damono | Posting: 13 Juni 2021


waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang

aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan

aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami

yang telah menciptakan bayang-bayang

aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara

kami yang harus berjalan di depan

------------------------------------------------


Kita Saksikan


kita saksikan burung-burung lintas di udara

kita saksikan awan-awan kecil di langit utara

waktu itu cuaca pun senyap seketika

sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya


di antara hari buruk dan dunia maya

kita pun kembali mengenalnya

kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata

saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia

------------------------------------------------


Sajak Putih


beribu saat dalam kenangan

surut perlahan

kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh

sewaktu detik pun jatuh


kita dengar bumi yang tua dalam setia

Kasih tanpa suara

sewaktu bayang-bayang kita memanjang

mengabur batas ruang


kita pun bisu tersekat dalam pesona

sewaktu ia pun memanggil-manggil

sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil

di luar cuaca

------------------------------------------------


Percakapan Malam Hujan


Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan payung

berdiri di samping tiang listrik.

Katanya kepada lampu jalan, Tutup matamu dan tidurlah. Biar

kujaga malam


Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba suara

desah asalmu dari laut, langit, dan bumi kembalilah, jangan

menggodaku tidur. Aku sahabat manusia. Ia suka terang

------------------------------------------------

Hujan Dalam Komposisi, 1


Apakah yang kautangkap dari swara hujan,

dari daun-daun bugenvil basah yang teratur

mengetuk jendela? Apakah yang kautangkap

dari bau tanah, dari ricik air

yang turun di selokan?


Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah

dan hujan, membayangkan rahasia daun basah

serta ketukan yang berulang.


Tidak ada. Kecuali bayang-bayangmu sendiri

yang di balik pintu memimpikan ketukan itu,

memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan

bisik yang membersit dari titik air

menggelincir dari daun dekat jendela itu.

Atau memimpikan semacam suku kata

yang akan mengantarmu tidur


Barangkali sudah terlalu sering ia

mendengarnya, dan tak lagi mengenalnya.

------------------------------------------------


Hujan Dalam Komposisi, 2


Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula

ia di udara tinggi, ringan dan bebas lalu

mengkristal dalam dingin kemudian melayang

jatuh ketika tercium bau bumi dan menimpa

pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun,

melenting di atas genting, tumpah di pekarangan

rumah, dan kembali ke bumi.


Apakah yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di

jalan yang panjang, menyusurnya, dan tergelincir

masuk selokan kecil, mericik swaranya,

menyusur selokan, terus mericik sejak sore,

mericik juga di malam gelap ini, bercakap

tentang lautan.


Apakah? Mungkin ada juga hujan yang jatuh di

lautan. Selamat malam.

------------------------------------------------


Hujan Dalam Komposisi, 3


dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya:

terpisah dari hujan

------------------------------------------------


Pohon Belimbing


Sore ini kita berpapasan dengan pohon belimbing wuluh

yang kita tanam di halaman rumah kita beberapa tahun yang

lalu, ia sedang berjalan-jalan sendirian di trotoar. Jangan

kausapa, nanti ia bangun dari tidurnya.


Kau pernah bilang ia tidak begitu nyaman sebenarnya

di pekarangan kita yang tak terurus dengan baik, juga karena

konon ia tidak disukai rumput di sekitarnya yang bosan

menerima buahnya berjatuhan dan membusuk karena kau

jarang memetiknya. Kau, kan, yang tak suka sayur asem?


Aku paham, cinta kita telah kausayur selama ini tanpa

belimbing wuluh Demi kamu, tau! Yang tak bisa kupahami

adalah kenapa kau melarangku menyapa pohon itu ketika

ia berpapasan dengan kita di jalan. Yang tak akan mungkin

bisa kupahami adalah kenapa kau tega membiarkan pohon

belimbing wuluh itu berjalan dalam tidur?


Kau, kan, yang pernah bilang bahwa pohon itu akan jadi

tua juga akhirnya?

------------------------------------------------


Tentang Tuhan


Pada pagi hari Tuhan tidak pernah seperti terkejut dan

bersabda, Hari baru lagi! Ia senantiasa berkeliling merawat

segenap ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan hati-hati tanpa

memperhitungkan hari.


Ia, seperti yang pernah kaukatakan, tidak seperti kita

sama sekali.


Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak

kita kenal dan juga yang tidak akan pernah bisa kita kenal.

------------------------------------------------


Sudah Lama Aku Belajar


(1)

sudah lama aku belajar memahami

apa pun yang terdengar di sekitarku,

sudah lama belajar menghayati

apa pun yang terlihat di sekelilingku,

sudah lama belajar menerima

apa pun yang kauberikan

tanpa pernah bertanya apa ini apa itu,

sudah sangat lama belajar mengagumi matahari

ketika tenggelam di tepi danau belakang rumahku,

sudah sangat lama belajar bertanya

kepada diri sendiri

mengapa kau selalu memandangku begitu.

(2)

Ia menyaksikanmu memutar

kunci pintu rumahmu,

masuk, dan menutupnya kembali.

(3)

Kalau pada suatu hari nanti

kau mengetuk pintu

tak tahu apa aku masih sempat mendengarnya.

------------------------------------------------


Kenangan


(1)

ia meletakkan kenangannya

dengan sangat hati-hati

di laci meja dan menguncinya

memasukkan anak kunci ke saku celana

sebelum berangkat ke sebuah kota

yang sudah sangat lama hapus

dari peta yang pernah digambarnya

pada suatu musim layang-layang

(2)

tak didengarnya lagi

suara air mulai mendidih

di laci yang rapat terkunci

(3)

ia telah meletakkan hidupnya

di antara tanda petik

------------------------------------------------


Pada Suatu Magrib


Susah benar menyeberang jalan di Jakarta ini

hari hampir magrib, hujan membuat segalanya tak tertib.

Dan dalam usia yang hampir enam puluh ini,

Astagfirullah! Rasanya di mana-mana ajal mengintip

------------------------------------------------


Pertanyaan Kerikil yang Goblok


Kenapa aku berada di sini?

tanya kerikil yang goblok itu. Ia baru saja

dilontarkan dari ketapel seorang anak lelaki,

merontokkan beberapa lembar daun mangga,

menyerempet ujung ekor balam yang terperanjat,

dan sejenak membuat lengkungan yang indah

di udara, lalu jatuh di jalan raya

tepat ketika ada truk lewat di sana.

Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban

dan malah bertanya kenapa

ada saatnya nanti, entah kapan dan di mana,

ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata,

Mengganggu saja!


------------------------------------------------

SAPARDI DJOKO DAMONO.  Sastrawan Indonesia terkemuka. Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. Ia adalah putra pertama pasangan Sadyoko dan Saparian. Sapardi dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum. Dalam dunia kesastraan Indonesia, Sapardi kerap dipandang sebagai sastrawan angkatan 1970.


Sumber : Penyair Terkenal

Share:
Puisi Lainnya