pementasan di atas jalan hidup yang terentang panjang
orang-orang tiada telanjang jalang
sebab berlakon keakuan yang melahirkan dendam
hancurnya di ujung darah dan mati
sisa anggur membangkitkan birahi malam
lalu terdampar tubuh pucat
dan impian surga di kejauhan
lagu pesta ria takkan jadi sumbang
di seling sedu-sedan dan kolong jembatan dingin
di atasnya ada dara dan jaka rnerangkul cinta
dilalui sepasukan “bapak-bapak”
bergerak cepat ingin menjangkau cakrawala
di persimpangan bersujud permohon restu
dan jajahan hantu merah pembakar kota
“angin senjakala” menutup layar
Membuat segala kasih dan kisah berserakan
Menjadi tulang dan debu
1959
------------------------------------------------
Pisah
kubaitkan untuk anakanda S Lukman Barakbah
kawan!
mari kita buat pisah ini bagi pertemuan di embun pagi
dan bawalah kuncup hari yang masih tunas
kelam tekun sekali lagi
seikat doa yang diresapkan bersama asap di pedupaan
jalan ini masih terlalu panjang buat sorakan
kemenangan
atau sebarkan tawa ria pada pertengahan pendakian
ke bukit cinta
di mana napas angin malam kadang menghempas
ke karang tandus
kawan!
kita harus kembali ke detik-detik
harap ibu dan bapak
dan wajah-wajah baru dan kepadatan hati yang membaja
bersama embun di rekah pagi
Penyair 1955-1959
Tri Bakti Wanita, edisi 6/1961
------------------------------------------------
SYARIFAH MARYAM BARAKBAH. Dilahirkan di Kota Baru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan 1926 dan meninggal tanggal 11 Juni 2000 pada usia 74 tahun. Ia merupakan penyair perempuan yang cukup produktif. Sebagian besar sajaknya dibacakan di corong RRI Samarinda bersama HM Andin Katung, Herman Syukur, Hamdy AK, dan Awang Shabriansyah. Pada masanya, ia juga aktif menjadi juri untuk lomba deklamasi. Sajak-sajaknya sering dijadikan puisi wajib untuk lomba deklamasi di Samarinda. Sampai hari tuanya ia masih menulis puisi pesanan yang khusus dibacakan untuk acara-acara tertentu.