Di dalam tebing pintu
Di tengah hutan Hambur Batu
Kapur menjelma karst
Seumpama eliksir
Jaga menjaga sumber mata air
Pada dini hari
Sepuluh perusahaan menambang kapur kami
Congkel makam leluruh
Musnahkan lukisan purba
Karya manusia mula-mula
Dalam hening
Warga dibuai
Lapangan kerja
Dikerjai kerja
Bah;
Air menjadi keruh menjadi busuk
Hujan membanjiri tanah
Tak ada yang memeluk dalam mesra
Tak ada yang memelihara
Tanah tumpah sembarang saja
Dan kemana ladang petani pergi?
Digeser oleh traktor, Raksasa bercerobong
Yang katanya menyumbang devisa negara
Lah!
Samarinda, 2021
Mengais Cahaya
Memang besar bila wanita selalu dalam gelap
Ia mengais cahaya agar menjadi harap
Bukankah menjadi sendiri ada sepi
Sepi yang berlama-lama menetap
Berubah menjadi pekat
Lalu gelap
Hilanglah dirinya
Hilanglah harapannya
Terbentur ekor, kepala dan gunjingan tetangga
Sebab di kandungnya ada masa depan,
Jika kosong, bukan wanitakah dia?
Dalam rahimnya mesti mengalir kehidupan
Bila sepi, semua pandangan menjadi ngeri
Maka jatuhlah wanita menjadi gelap
Bahkan ketika terus menerus menggali terang.
2021
Melati Vorvo
Di tepi toko kembang
Di jalan gelap sana
Ada mereka yang menor
Menanti laki-laki yang lebih kotor
Sebab tubuh mengkhianati jiwa
Dan semua mengutuk mereka waria gila
Bukankah yang gila adalah stigma
Pikiran bahwa semua harus berjalan sesuai hukum alam
Tidak menerima beda
Bahkan yang paling dekat
Dan di tepi toko kembang
Dalam setapak sunyi
Mereka berjalan mendekati sepi
Jalan terlalu berat walaupun berkali-kali diperbaiki
Bukankah sakit jika dirimu manusia
tapi tak dianggap manusia oleh manusia
Hanya karena jiwa menentang raga
Di dekat toko kembang
Mereka berharap wangi
Dan menjadi bunga melati
2021
Maria Magdalena
Bukankah yang paling baik di antara kita
Ternyata menyimpan busuk dalam hatinya
Dan Maria Magdalena ada di sana
Mendengar cerita tentang istri mereka
Tentang majikan mereka
Tentang ternak
Tentang Anak Manusia
Tentang hitam kelabu hati yang batu
Lalu tersungkur Maria Magdalena
Dianggap paling hina seluruh dunia
Wanita terkutuk pengundang bala
Terludahi oleh pria yang semalam menikmati tubuhnya
Ah.
Bukankah kita adalah dewa
yang merasa paling bijaksana
yang berkata paling benar melebihi segalanya
yang laku-lakunya paling berakhlak dibanding Maria Magdalena
Maria Magdalena hidup di mana-mana
Sedekat-dekatnya
Bahkan di dalam diri kita
2021
ANDRIANE URAN. Lahir tahun 1989 di Surabaya, namun tumbuh besar dan tinggal di Tanjung Redeb dan Samarinda. Lulusan sarjana Pendidikan Fisika ini menyukai dunia sastra dan kepenulisan sejak kecil, terutama penulisan puisi dan cerpen. Kini dia aktif sebagai penulis artikel, puisi dan prosa. Sejak 2017 ia bergabung dalam Jaring Penulis Kaltim dan Komunitas Buku Etam. Kini Andriane menetap di Tanjung Redeb dan menjadi kontributor Jejaring Madah Etam wilayah Berau. Karyanya yang pernah terbit berjudul Ngranyau, merupakan kumpulan cerpen bersama teman-temannya di Teater Yupa Universitas Mulawarman.
Photo by kutaitimurkab.go.id