Puisi

title

Sajak tentang Hujan


Penulis: Karno Wahid | Posting: 19 September 2021


hujan telah menerjuni hakikat waktu

ribuan tahun lamanya

melintas dalam semak, dalam hutan

dalam telaga yang diam

dan dalam hidup yang menganga

di antara kurun-kurun yang terengah


hujan

telah lahir dalam waktu yang diam

dan diamnya

menyimpan dendam yang membahana


hujan

telah menerjuni hakikat waktu

dalam ribuan kurun lamanya

memulai alirnya

ditengah rimba yang sepi

menemukan muaranya di antara ombak

yang gelisah

hujan!

------------------------------------------------


Gadisku Bermata Sayu

* buat ningrum di solo


gadisku

gadisku bermata sayu

pada mata itu kulihat telaga yang diam

tapi menyimpan batu


gadisku

aku begitu kelelahan

mengejar batu demi batu

yang sembunyi di balik matamu

aku keletihan

menyingkap rahasia demi rahasia

yang tenggelam dalam telaga

itu


kau gadisku

gadis bermata sayu

mengeratkan sembilu

menorehkan luka

dalam keras batu

dalam telaga rindu


gadisku

aku ngeri membayangkan matamu

bagai sembilu

mengiris batu demi batu

dalam dadaku


Solo 2005

------------------------------------------------


Luka


perih luka yang dirasakan angin

melayang-layang menyeberangi laut

laut beriak dan gelisah

tercipta gelombang

mendebarkan!


dan luka

memeluki dingin laut

menyibak burung-burung malam

mematikan lagu-lagu sumbang


keperihan luka

memang terasa menjebak semesta

dan angin

dan laut

senantiasa gelisah

membagi deru dan desah

pada gelombang

yang gundah


Kutai 2004

------------------------------------------------


Pergolakan


telaga itu mengering dalam lipatan bajumu

kau yang ingin menyaksikan seseorang

membuka kancingnya satu persatu

namun, dadamu bergetar


telaga itu mengering dalam lipatan bajumu

ada yang diam-diam

berusaha melupakan keperihannya

dan menyiapkan sebilah pisau

darahmu

mendidih


Kutai 2003

------------------------------------------------


Sebuah Prosesi


senja gelisah mempertahankan warna merahnya

di antara ranting dan daun-daun muda

secawan anggur mengering

pesta semakin sunyi

banyak yang ingkar pada waktu yang

berputar

banyak yang tuli pada gemerisik daun

dan jerit yang panjang


azan yang tiba-tiba berhenti

setelah melengking tinggi menernbus langit

kelam

terasa sia-sia saat menyentuh dinding

nurani

debar pesta kita. Melupakan petaka itu

dan api

dan air

dan getar bumi

meretakkan dinding jiwa

semakin sunyi

wahai penghuni ruang diantara batas

batas waktu

kitapun akan sendiri-sendiri memasuki

lorong

lorong tanpa

cahaya


Kutai 2004

------------------------------------------------


Literatur


tersusun dalam bilik

langkah-langkah yang menghitung

detak mentari

seekor burung dan malaikat

hadir mencatat setiap tepi

daging-daging duniawi

malam mencatatkan buku

kenangan

mencatat kemesraan

dan menghitung kegundahan


percayalah

dalam diam ada yang selalu mengintai

kita

dengan seribu rencana


Kutai 2005

------------------------------------------------


Elegi


1.

pohon-pohon bernyanyi

dalam irama rindu

kepada para nabi dan rasul

yang membagikan hikmahnya

pada batu dan dedaunan


tak ada yang menyesal pada keadaan

kecuali pada langkah yang tak sampai

ketika matahari berebut warna

dengan malam

yang menyimpan sisi-sisi paling bijak

dan butir-butir paling nikmat

dan sejengkal dunia

yang berwajah pekat


2.

Tuhanku

kesayangan para sufi

mampukah kubaca notasi

yang melingkari keinginan

dan irama berdarah

disayat-sayat biola kesepian


Tuhanku

pusat kerinduan para du’afa

kukirim doa pada denting harfa

berikan padaku sebingkai cermin

tempat berkaca bianglala

yang menyelimuti jiwa-jiwa yang hampa

di atas kursi berbentuk piramida


3.

karena lagu adalah jiwa

yang meniti tangga demi tangga

hingga sampai ke pusat semesta

maka

biarkan ia menjaga setiap rasa

bahwa

ada saat untuk mengubah nada

yang mungkin membuat kita lupa

pada setiap kalimat dan irama

percayalah

bulan tak kan pernah berbagi warna

dengan bayang-bayang kegelisahannya


2003


------------------------------------------------

KARNO WAHID. Lahir di Sebulu, Kabupaten Kutai (kini Kutai Kartanegara), 18 Februari 1953. la menulis puisi, novel, cerita pendek, dan berbagai tulisan lainnya. Puisi-puisinya dibukukan dalam Tempoyaq (1981), Topeng (1982), Istana Malam (1983), Lanskap (1984), Sajak 8 Kota (antologi bersama 8 penyair Indonesia yang diterbitkan oleh HP3N), dan Getar-getar Aorta (DKD Kaltim, 2000).


Share:
Puisi Lainnya