Dan jadilah kita pemain-pemain watak
di dalam sandiwara yang serba mahal ini
penonton pun bertepuk tangan kegirangan
melihat badut-badut berperanan
Di sudut ruang sana ada yang ketawa geli
Alangkah lucunya drama yang dimainkan ini
tapi di sudut hati ini ada sembilu mengiris
alangkah sedihnya komedi yang dipentaskan ini.
Dan penonton di luar panggung
yang menunggu ladang tinggal di gunung
yang menebang kayu tinggal di dalam rimba
yang mencari ikan di sungai dan rawa
tiada tahu kalau namanya dibawa-bawa
di dalam cerita beberapa adegan
kisah air mata yang tidak mengalir
kisah nestapa yang tidak mengandung duka
Dan bilamana pementasan selesai
para pemain pun bersorak-sorai
membawa oleh-oleh untuk istri
dan anak-anak manis yang menanti
Besok main sandiwara lagi
ya, bapakku yang terhormat
------------------------------------------------
Penilaian
Kupancangkan moncong meriamku
berpose di muka pelabuhan senja
bukan sekadar untuk dipandang pahlawan
tapi juga kedukaan hatiku menerima kekalahan
Kami berdesakan di tempat berdebu
dengan mata kehilangan sinar dan layu
bukan sekadar untuk dikagumi nilai budayaku
tapi juga keperihan menerima keruntuhan dinastiku
Kami yang tegak di Monumen Awang Long Senopati
dengan mulut ternganga lebar tanpa bunyi
kami yang menghuni Museum Kutai
duduk terhenyak tiada sorak-sorai
kami tidak membuat sejarah lagi
hanya terserah engkau untuk memberi arti
kepada kami yang tersungkur dari panggung
jatuh ke bawah terhuyung-huyung
terhempas tiada napas
babak baru berperan di pentas
Tenggarong, 28 Mei 1972
------------------------------------------------
Dalam Masjid
Tenangnya di rumah Tuhan ini
ketemu dalam yang kucari
Nampak surga di wajah cerah
pancaran Nur di mata ramah
wahyu mengalir di mulut merekah
mengisi imanku yang lemah
Aku yang duduk tafakur
hilang bentuk dan lebur
Bara yang membakar
padam dan pudar
Sepi dan rindu
kembali kepada-Mu
Oh, damainya di rumah Tuhan ini
------------------------------------------------
Sebuah Kisah di Tanjung Isuy
Para dara dan jejaka
Menari bersuka-ria
Berleleng dan bergantar
Berjamuq dan berburai
Para dara dan jejaka
Menyanyi bersenda-gembira
Menikmati masa remaja
Menghisap habis sari bahagia
Pesta pora ditingkatkan
Dengan bantuan orang khayangan
Banyak dara kesurupan
Banyak jejaka dapat kesempatan
Teringat aku wasiat bapak:
Jangan berpegang di ujung bahagia,
Jangan berdiri di ujung derita,
Nikmati hidup di antara suka dan duka
------------------------------------------------
Coba Jalang
Seperti kerbau saja
‘nurut komando tali
dan siksa pukulan menderu tubuh
Apa gaya! Apa daya!
Coba sekali bikin jalang
banting, sepak, terjang,
itu tali nanti putus-putus
dan baru kau ke luar gelanggang
bagai binatang pembina alat
1949
Masyarakat Baru, Selasa 22 November 1949
------------------------------------------------
Balik Kembali
Ini kali tiada tahan
mengembara di khayangan
mengikuti awan berarak-arakan
menuruti angin bertiup-tiupan
membuntuti margasatwa berterbangan
selamat tinggal, angkasa
aku kembali ke dunia nyata!
28 September 1947
------------------------------------------------
Sampaikanlah Pesanku
Adakah
Ombak yang menghambur
menghempaskan diri ke pantai
Kalimantan nan permai,
ombak yang datang dan pantai Jawa?
Adakah
ombak yang memecah,
melemparkan diri ke pantai
Jawa nan permai,
ombak yang datang dan pantai Kalimantan?
Kalau benar demikian, wahai ombak,
bawakan pesanku, bawakanlah
dan sampaikan hasrat kalbuku
yang membuncah dalam dadaku,
bahwa tujuanku, tujuan kami,
tetap kesatuan nan abadi..
26 Mei 1947
------------------------------------------------
Perih
Keputusan ini tentu
Seperti guntur merobek sawang
Tapi apa daya,
Apa daya?
Kita telah bikin penyakit sendiri
Bekas-bekas itu ikut kita nanti ke tiada
+ pula keputusan terakhir ini
= tikam diri, tikam diri
Mari beri kita bertongkat
Seperti orang tua melangkah
Bertongkat menahan jatuh
Akibat keputusan ini siapa
Kuasa menyandang
Kalau tak dipikul batin perkasa
Dan semoga kedua kaki ini
Tetap kuasa ‘mikul berat tubuh
Masyarakat Baru, 27 Desember 1949
Antologi Menyambut Fajar, 2002 .ed. H Syafruddin Pernyata-Misman RSU, Samarinda: DKD Kalimantan Timur
------------------------------------------------
AHMAD DAHLAN. Lahir di Samarinda, 17 Desember 1928 dan meninggal dalam suatu kecelakaan lalu lintas di Jakarta pada Juli 1986. la merupakan tokoh penting dalam perkembangan kesusastraan di Kalimantan Timur. Dia merupakan generasi pertama penulis sastra di Kalimantan Timur bersama rekan-rekannya, seperti Haji Amir, Mansyah Usman, Maswan Dachri, Oemarmaiyah E.Hs., Achmad Noor, dan lain-lain.
Dalam menulis karya sastra ia sering menggunakan nama samaran D Adham. Tulisannya dipublikasi di Koran Masyarakat Baru yang dipimpin kakaknya Oemar Dachian, sejak tahun 1946. Sebagian sajaknya diantologikan dalam 3 yang Tidak Masuk Hitungan (1974), Apa Kata Mereka tentang 3 yang Tidak Masuk Hitungan (1975), Seorang Lelaki di Terminal Hidup (1976), Menyambut Fajar 2002), dan lain-lain.
Sumber: Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia