Puisi

title

Ular Belang


Penulis: Sudin Hadimulya | Posting: 19 Juli 2021


- Bapaknya Emon,

apakah ada suatu peristiwa

yang menyesak dada

lebih dari biasa

kakak pulang tergesa-gesa


- Betul, mamanya Emon,

istri tercinta dan tersayang

istri yang bijak

pandai menaksir dan membaca

segala yang tersirat di dada

terbayang di muka

di kala suami ditimpas duka.


- Katakanlah, Kak Endu

semoga istrimu dapat membantu

sedikit pengobat penawar kalbu


- Istri tersayang,

kiranya,

sudah takdir, kehendak Tuhan

telah kulanggar satu pemantang

menyiksa dan membunuh binatang

saat hamilmu menunggu bulan


- Wahai istriku,

maafkanlah Kakak, ‘lah lupa pemantang

ketika tadi pulang

di tepi jalan rumput ilalang

melintas, menghadang jalan

seekor ular belang


Karena terkejut dan bimbang

daripada dipatuk si ular belang

kupukullah ia dengan parang


- Itulah cerita istriku,

peristiwa naas menyesak kalbu,

dan,

apalah kini dayaku menghindari kutukan itu.


- Dalam sakaratul maut,

terlihat meronta menyebar bisa

kudengar suara:

“Endu...

tunggulah balasanku

rohku merintis menitis pada anakmu

tubuhnya berbelang-belang seperti tubuhku

tarikan napasnya dan geraknya seperti daku

menunggu maut karena tanganmu.”


- Setelah si ular menggeliat,

sayup-sayup kudengar pula:

“jangan menyesal Endu...

aku menderita, kau pun harus menderita,

juga, istri anakmu sekeluarga

karena ulahmu, pemantang dilupa.”


- Istriku sayang,

Kakak tidak inginkan

anak kita seperti anaknya Honang,

juga akibat membunuh ular

‘tika istrinya hamil menunggu bulan.


(hening sejenak,

laki-istri saling memandang

memusatkan pikiran

tafakur, memohon petunjuk Tuhan).


Kalau nasib apa dikata

sudah takdir Allah yang Esa

tapi kita harus berusaha

menghindar derita, membuang celaka.


- Kak Endu, coba panggil Imam kepala

sampaikan hajat bertolak bala

semoga dengan kehendak-Nya

bencana tidak menimpa kita.


(Dengan kehendak Allah yang Esa

Doa Imam diterima

Dan kutuk si ular pun buyar)


‘tika si bayi lahir

Selamat,

Tanpa cacat,

Pewaris dan penerus generasi

Masa kini dan nanti


1974


------------------------------------------------

SUDIN HADIMULYA. Lahir di Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, 3 Juni 1942 Saat menulis karya sastra ia sering menggunakan nama Suhamly dan Slilya. Ia lulus sarjana muda IKIP Samarinda tahun 1970 dan terjun sebagai guru SD, SMP dan SMA serta pernah menjadi dosen luar biasa, sampai menjabat kepala Sanggar Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan hingga pensiun (1998 ). la juga menjadi pemimpin redaksi Mingguan Sampe. Sejumlah puisi dan cerpennya dipublikasikan di berbagai media massa lokal dan nasional. Di antara karyanya ada dalam buku antologi Seorang Lelaki di Teminal Hidup (1976).


Share:
Puisi Lainnya