- Bapaknya Emon,
apakah ada suatu peristiwa
yang menyesak dada
lebih dari biasa
kakak pulang tergesa-gesa
- Betul, mamanya Emon,
istri tercinta dan tersayang
istri yang bijak
pandai menaksir dan membaca
segala yang tersirat di dada
terbayang di muka
di kala suami ditimpas duka.
- Katakanlah, Kak Endu
semoga istrimu dapat membantu
sedikit pengobat penawar kalbu
- Istri tersayang,
kiranya,
sudah takdir, kehendak Tuhan
telah kulanggar satu pemantang
menyiksa dan membunuh binatang
saat hamilmu menunggu bulan
- Wahai istriku,
maafkanlah Kakak, ‘lah lupa pemantang
ketika tadi pulang
di tepi jalan rumput ilalang
melintas, menghadang jalan
seekor ular belang
Karena terkejut dan bimbang
daripada dipatuk si ular belang
kupukullah ia dengan parang
- Itulah cerita istriku,
peristiwa naas menyesak kalbu,
dan,
apalah kini dayaku menghindari kutukan itu.
- Dalam sakaratul maut,
terlihat meronta menyebar bisa
kudengar suara:
“Endu...
tunggulah balasanku
rohku merintis menitis pada anakmu
tubuhnya berbelang-belang seperti tubuhku
tarikan napasnya dan geraknya seperti daku
menunggu maut karena tanganmu.”
- Setelah si ular menggeliat,
sayup-sayup kudengar pula:
“jangan menyesal Endu...
aku menderita, kau pun harus menderita,
juga, istri anakmu sekeluarga
karena ulahmu, pemantang dilupa.”
- Istriku sayang,
Kakak tidak inginkan
anak kita seperti anaknya Honang,
juga akibat membunuh ular
‘tika istrinya hamil menunggu bulan.
(hening sejenak,
laki-istri saling memandang
memusatkan pikiran
tafakur, memohon petunjuk Tuhan).
Kalau nasib apa dikata
sudah takdir Allah yang Esa
tapi kita harus berusaha
menghindar derita, membuang celaka.
- Kak Endu, coba panggil Imam kepala
sampaikan hajat bertolak bala
semoga dengan kehendak-Nya
bencana tidak menimpa kita.
(Dengan kehendak Allah yang Esa
Doa Imam diterima
Dan kutuk si ular pun buyar)
‘tika si bayi lahir
Selamat,
Tanpa cacat,
Pewaris dan penerus generasi
Masa kini dan nanti
1974
------------------------------------------------
SUDIN HADIMULYA. Lahir di Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, 3 Juni 1942 Saat menulis karya sastra ia sering menggunakan nama Suhamly dan Slilya. Ia lulus sarjana muda IKIP Samarinda tahun 1970 dan terjun sebagai guru SD, SMP dan SMA serta pernah menjadi dosen luar biasa, sampai menjabat kepala Sanggar Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan hingga pensiun (1998 ). la juga menjadi pemimpin redaksi Mingguan Sampe. Sejumlah puisi dan cerpennya dipublikasikan di berbagai media massa lokal dan nasional. Di antara karyanya ada dalam buku antologi Seorang Lelaki di Teminal Hidup (1976).