Puisi

title

Sajak Pagi Hari


Penulis: Masriady Mastur | Posting: 26 September 2021


ketika jendela perlahan terbuka

berkilauan embun menetes

di ujung daun-daun

bumi pun basah

kita kembali bangkit

merentas embun yang bergayut

di ujung kaki


dan adakah yang bermakna

saat merasakan mimpi berselimut malam

atau tak seharusnya selalu terbayangkan

hingga pada perkisaran waktu

bersinar cahaya di langit pagi

betapa terang kehidupan

untuk dipandang


lantas,

kita pun mempersiapkan langkah

untuk mewujudkan suatu harapan

meskipun dalam kerja yang sederhana


MS Koloq, '89

------------------------------------------------


Kepada Langit Setinggi Pandang


Kepada langit setinggi pandang

berbisik mata di hati dalam

kadang termangu tengadah perlahan

apakah sungguh percaya penuh


Begitulah atas kesaksian

kemanusiaan kita

hingga baik buruk

antara keinginan dan kesabaran


Sementara kaca cakrawala

pantulkan cahaya

O, seakan rawan

deru angin berkabar sayup


Tentang hidup yang fana

terlintas getar

pada setiap hembusan napas

sebentar gema menggapai rasa


Dan selagi bayangan

belum terlupa dan hubungan teduh

entah dalam doa, terpandang surga

ah, tak habis renung dalam beribu sajak


O, ke manakah kelak suara terdengar

untuk kemudian memanggil segala kasih

selama diri mempersiapkan tujuan

adakah sudah di bumi ini, bermakna isi

Sedang di keluasan langit

betapa tak terduga rahasia, memendam misteri!


Tgr., '84

------------------------------------------------


Pada-Mu Tuhan


dari segala puji kuasa penuh

deru kalbu guruh dalam doa

kuseru rasa mendalam renung

sejauh pandang kulambungkan sanjung

segapai tenaga menjulang ke langit angkasa


          rindu misteri

          dalam diri

          sekejap sayup


sedang keteduhan dambaan nikmat sejati

kuingin sampai segala sungguh

dan segala penuh rasa menimbang


          pada-Mu Tuhan,

dan segala risau menikam bimbang

dalam harap yang tak henti penuh akrab

aku ingin kasih segala bersih

teguh bersemayam merasuk sukma


sementara apa yang bisa kuucapkan

lebih nikmat berkata resap

hingga tenteramlah aku jadi manusia

jika ajal menagih berulang sayang

pada kenangan yang paling terdalam


          pada-Mu Tuhan,

apa pun yang menyatukan

dalam intisari rahasia alam semesta

takkan kupalingkan wajahku

baiklah hingga kelam bumi

jika malaikat mesti memburuku

tetaplah ya, Illahi

aku minta cahaya


Kutai, '85

Secuil Bulan di Atas Mahakam, 1999. Editor Syafruddin Pernyata dkk., Samarinda: Komite Sastra DKD Kaltim

------------------------------------------------


Kata di Balik Sajak


Berdiam hati pada kata

Berdiam diri pada hati

Agaknya ada sesuatu yang berbisik

Pada jiwa gelisah kata

Tak tahu jawab yang ingin kutahu


Walau tak dimengerti oleh siapa pun

Atau sesuatu yang tak wajar untuk dipersoalkan

Entah siapa pun senang atau tidak

Ah, kecuali kesetiaan dipelihara rasa sabar

Lantas membaca suatu kebijaksanaan

Dan memberi anti pada kehidupan

Adalah kata di balik sajak!


MS Koloq, '95


------------------------------------------------

MASRIADY MASTUR. Lahir di Sanga-Sanga, 5 Mei 1957. Menempuh pendidikan dasar hingga menengah atas di Tenggarong. Sejak duduk di bangku sekolah, dia sudah menulis puisi. Setelah lulus sekolah, ia mulai menunjukkan kemampuan dengan mengikuti berbagai kegiatan sastra. Ia kerap menggunakan nama samaran ES Koloq atau MS Koloq. la telah menulis hampir seratus judul puisi dan beberapa di antaranya sudah dibukukan. Pada tahun 1978, ia mengikuti acara pembacaan puisi karya Ahmad Dahlan.

Di samping gemar membuat puisi, Masriady juga menyukai seni teater, seni tari, dan seni fotografi. Berkat bantuan Lembaga Pengembangan Kebudayaan Kutai Kartanegara (LPKK), ia mengikuti kursus seni di Padepokan Bagong Kussudiardja Yogyakarta dan bergabung dengan Teater Gandrik pimpinan Butet Kertaradjasa (1987).

Bersama Yaya WS, dia kemudian mendirikan dan membina Teater Gong Tenggarong. Anggota teaternya kini mencapal seratusan orang dan telah beberapa kali mengadakan pementasan, baik di Tenggarong maupun di Samarinda. Pada tahun 1980-an, ia juga tergabung dalam Teater Total di LPKK pimpinan Zailani idris.

Karya-karyanya terbit dalam berbagai buku antologi puisi bersama, misalnya Tempoyak (1980), Topeng (1981), Riak (1986), Menepis Ombak Menyusuri Sungai Mahakam (1999), dan Secuil Bulan di Atas Mahakam (1999). Puisi karya Masriady yang paling berkesan baginya adalah puisi berjudul Sebuah Renungan. Puisi tersebut pernah dipentaskan secara teatrikal oleh Teater Bintek (Bina Teater Kutai Kartanegara). Sastrawan ini tutup usia pada bulan Mei 2008.


Photo by Jaimie Phillips/Unsplash

Share:
Puisi Lainnya