Puisi

title

Sebuah Nyawa


Penulis: Burhan Dahlan | Posting: 03 Juli 2021


bagi kelahiran di ujung pagi

sebuah nyawa di pangkuan dunia

besok dua putra jadi

kebanggaan ibu-bapa


kami punya penghuni lagi

dan harapan-harapan di fajar menyingsing

ibunda, terimalah sebuah nyawa

yang bakal memuliakan tanah pertiwi


SK Pembina, 1957

------------------------------------------------


Ingatlah, Oi


Itu wajah sudah kerut-kerut tua

Apalah lagi bertingkah seperti muda-mudi

Lanjut usia tidak mungkin kembali belia

Meskipun dihias rias


Itu wajah sudah kerut-kerut tua

Apalagi hendak memagut dunia

Berhenti jualah berbuat olah

Hidup ini hanya tempat singgah


Diri yang sudah tua bangka

Umur yang semakin lanjut

Dipikir-pikir jualah,

Oi.


Dan hitam semakin hitam

Berlumut sekali di lubuk hati

Titik hitam menikam menghunjam

Mengapa tiada sadarkan diri?


Hari ini atau hari esok

Datang titah Allah

Untuk segera hijrah

Ke alam barzah

Maka ingatlah, oi


3 yang Tidak Masuk Hitungan, 1974. Ahmad Dahlan dkk.,

Samarinda: Budaya


------------------------------------------------

BURHAN DAHLAN. Lahir di Samarinda, 3 Oktober 1931 dan saudara kandung penyair Kaltim Ahmad Dahlan. MeninggaI dunia di Samarinda pada 5 Juni 2000, berselang sembilan hari setelah wafatnya Haji Amir, rekannya sebagai penyair generasi awal dalam sejarah sastra di Kalimantan Timur. Di dekat rumahnya, di Jalan Sendawar tinggal rekan penyair seangkatannya, H Hasani HA, yang pernah menjadi Ketua Sanggar Seni Sastra Samarinda. SeteIah lulus HIS (Hollandsch Inlandsche School - sekolah dasar pribumi pada masa penjajahan Belanda), ia pernah menjadi pengantar koran Borneo Shimbun di zaman Jepang. Kemudian ia menjadi pegawai Departemen Penerangan di Samarinda, redaksi koran Pembina, Kepala Biro Rektorat Universitas Mulawarman, dan Kepala Hubungan Masyarakat Universitas M ulawarman. Sajak-sajaknya sebagian diterbitkan dalam Seorang Lelaki di Terminal Hidup (1974), 3 yang Tak Masuk Hitungan (1974), Apa Kata Mereka tentang 3 yang Tak Masuk Hitungan (1975), Menyambut Fajar (2002) dan lain-lain.


Photo by Isaac Quesada/Unsplash

Share:
Puisi Lainnya