Puisi

title

Tasdikkanlah


Penulis: Kadrie Oening | Posting: 11 Juli 2021


Kenapa dikau masih dalam perjalanan

Matahari dan bulan penunjuk jalan

Nabi dan Rasul sudah dipancangkan

Selama makhluk dan insan memberi salam selamat jalan


Tiada kerajaanmu diciptakan

Dalam titik awal perjalanan

Sudah penuh dengan puji dan celaan

Seharusnya tanyakan padaku

Aku akan memberi jawab padamu


Semuanya adalah kerajaan

Tasdikkanlah, aku puas hanya

Bayangan, dalam Kun, Nya


Samarinda, 1973

------------------------------------------------


Dengan Nikmat-Mu


Berbisik warna di mataku

Membelai suara di anak telingaku

Hingga ujung rambutku

Dalam lubuk hatiku

Kudengar belaian kasih-Mu

Betapa dikau manjakan daku


Karena kasih-Mu

Pedih sangat peringatan-Mu

Untuk pagar kebenaran-Mu

Kasih sayang kepada hamba-Mu


Dan berbisik mencuil hatiku

Napas berganti membawa langkahku

Betapa panas mesin gairahku

Embun menetes salju hatiku


Betapa aku dengan izin-Mu

Boleh berkata bersenda gurau

Dengan nikmat-Mu


Apa Kata Mereka tentang 3 yang Tidak Masuk Hitungan, 1975, Samarinda: Budaya

------------------------------------------------


Aku Kekasihmu


Jikalau aku kuasa

kuingin kembali ke awal dunia

sampai mengenal yang mulia

agar lepas dan siksa neraka


Kuhadap wajahku

kupandang wajahmu

kulepas pendengaranku

kudengar suara kalammu


Betapa semula daku

meninggalkanmu

tapi demi kasihmu

kurasakan selalu pandanganmu


Kurasakan dikau

menjelajah tubuhku

tiada jarak aku

patutkah aku khianat

aku kekasihmu


Samarinda, April 1974

(judul lain puisi ini tertulis “Sajak” yang dimuat dalam naskah mamanda Syair Putri Junjung Buih)

------------------------------------------------


Kita Dekati


Kau akui ia Laisa

Kau akui ia kuasa

Sebenarnya, demi masa


Kenapakah masih jua bertepuk dada

Mari naik ke puncak aras- Nya

Menonton keempat Malaikat

Beribu berjuta tiada, lidah...


Dapat menghitungnya hanya bayangan titik

Kilatan Nurnya

Mari kita dekati

Ia akan turun bersama kita

Berdiam dan bergerak dengan iramanya


Tongkat Musa akan berlalu

Pintu Syir akan terbuka

Rindu kasih bersamanya-Nya

------------------------------------------------


Puji Syukur Kepada-Mu


Nun sekian abad yang lalu

Kau pardu daku khalifah- Mu

Sebelum aku tiada

Hingga dari tiada ada


Berabad-abad dengan hitunganku

Kau hampari permadani

Perjalananku

Kini aku nyenyak lupa terpaku

Akan janji di hadapanku


Ya, Allah ke mana aku pergi

Ke mana aku pergi dan lari

Kasih-Mu terpatri di hatiku

Rahmat-Mu terjeli di tubuhku

Cukuplah sudah

Kataku puji syukur kepada-Mu


Samarinda, 1973

Seorang Lelaki di Terminal Hidup, 1976, Samarinda: Budaya


------------------------------------------------

KADRIE OENING. Lahir di Samarinda 1923. Dia lulus OSVIA (SekoIah Pamongpraja) di Makassar dan kemudian terjun di birokrasi. Ia pernah menjabat wedana di Penajam, camat di Samarinda Seberang dan Balikpapan.Selama dua periode (1969-1979), ia menjabat wali kota Samarinda. Sejak muda, Kadrie menyukai dunia sastra dan teater. Ia sering mementaskan karya dramanya di Balai Prajurit Samarinda. Sejumlah puisinya disertakan dalam antologi Seorang Lelaki dl Terminal Hidup dan Apa Kata Mereka tentang 3 yang Tidak Masuk Hitungan. Kadrie meninggai dunia di Samarinda pada 8 Juni 1989 akibat penyakit jantung.


Sumber: Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia 

Photo by Masjid Pogung Dalangan/Unsplash

Share:
Puisi Lainnya